Kisah Promil-ku : Analisa Sperma

Bismillah…

Setelah 5 bulan pertimbangan ini-itu dan tentunya ngumpulin budget wkwk, di bulan Desember 2020 kami memutuskan untuk memulai semua tentang promil ini.

Bismillah, udah siap mental, udah siap budget juga 😀

Karena di awal udah dikasih ancang-ancang untuk test ini itu. Jadi, kita tinggal pilih mau melakukan yg mana dulu.

Pertama, yang paling mudah tentunya adalah analisa sperma.

12 Desember 2020, kami ke bagian klinik Edelweiss untuk pendaftaran, kebetulan itu hari Sabtu dan ternyata antri banget ya buuk yang mau dicek spermanya 😦 ada juga sih yang mengeluarkan sperma untuk proses inseminasi.

Saat mendaftar, kami diminta mengisi form tentang riwayat kapan terakhir berhubungan. Memang, kalau mau test ini, harus dilakukan H+2 sampai H+7 setelah terakhir mengeluarkan sperma.

Jadi, disini suami bakal diminta untuk mengeluarkan spermanya gitu terus ditaruh di tabung kecil. Dan mencatat, tepat di jam berapa spermanya keluar.

Kami masuk ke dalam ruangan yang mirip kos-kosan gitu wkwk ada kasur, kamar mandi dan tv. Kalau dinyalakan tv nya yaah ada blue-blue film gitu wkwk kocak yaak. Pantesan aja antrian nya lama.

Jam 10 kita daftar, baru jam 3 masuk ke ruangan (kami pasien terakhir juga sih di hari itu, antrian ke-10). Oh iya, info dari susternya, kalau mau ga antri jangan di hari Sabtu, di weekday aja.

Hasil analisisnya bisa diambil seminggu kemudian.
Oh iya, btw kami langsung melakukan 2 analisa ya, analisa sperma dan halo test. Baca-baca di google, halo test itu cek kromosom / DNA si spermanya ini, bagus/tidak gitu.

Biaya cek analisa sperma (2020) total Rp 1,306,000

Analisa spermanya aja sekitar 400ribuan, halo testnya sekitar 800ribuan.

Kisah Promil-ku : Pertemuan Pertama dengan Obgynku

Bismillah

Aku mau cerita pengalaman promilku yaa, mudah-mudahan bisa jadi pengingat untuk diriku nanti tentang perjuangan ini 🙂

Jadi, setelah aku menikah, kok tak kunjung hamil ya, sedangkan teman-teman lainnya yg nikahnya ga berjauhan udah pada hamil 🙂

Setelah baca-baca, infertilitas itu bisa terjadi jika sudah 1 tahun menikah dan rutin berhubungan tapi tidak kunjung diberikan kehamilan. Apalagi riwayat menstruasiku juga tidak ada masalah, sangat teratur, tidak nyeri dan jumlahnya normal (tidak banyak/sedikit). Jadi, kami memutuskan untuk ke dokter obgyn setelah 1 tahun pernikahan.

Setelah tepat 1 tahun pernikahan (Maret 2020), Qodarullah pandemi melanda negeri ini. Boro-boro ke rumah sakit, keluar rumah aja takut yaa bun.

Bulan Juni, setelah mulai terbiasa dengan pandemi ini, kami memberanikan diri untuk check up ke RS. Kami memutuskan untuk ke dokter obgyn spesialis fertilitas yang ada di RS Hermina Bekasi, yaitu dr. Marly, yang konon reviewnya emang banyak yang antri ke beliau untuk promil-promil gini. Alhamdulillahnya beliau juga perempuan ya, jadi lebih enak aja.

24 Juni 2020, kami ke poli kandungan di Lt 4 RS Hermina Bekasi. Setelah melakukan pendaftaran, kami diminta untuk ke anjungan suster untuk interview singkat. Review singkatnya meliputi, tujuannya apa ke dr Marly, interview singkat mengenai lama pernikahan, usia, riwayat haid, riwayat kehamilan, riwayat kesehatan dsb dan pastinya cek berat badan dan tensi darah. Setelah itu, kami diberikan buku, yang fungsinya untuk logbook aja sih, jadi nanti dari buku itu bisa jadi penghubung ke dokter mengenai riwayat pemeriksaan apa saja yang telah dilalui.

Setelah itu, kami menunggu di depan ruangan dr Marly, karena masih pandemi, saat itu yang antri disana tidak terlalu banyak.

Saat masuk ke ruangan dokter, aku langsung bilang mau promil, terus dokternya langsung minta aku untuk naik ke atas kursi untuk USG Transvaginal. Alhamdulillah dari hasil USG Transvaginal cukup baik, tidak ada masalah.

Setelah itu, beliau menjelaskan kepada kami, bahwa ketika pasangan menginginkan kehamilan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

  • Dari pihak suami, spermanya harus baik jumlahnya, bentuknya dan kecepatannya.
  • Dari pihak istri, harus baik rahimnya (bentuk rahimnya, tidak ada polip/kista/miom dsb), saluran tubanya tidak terhambat dan sel telurnya harus matang.

Untuk mengetahui hal-hal di atas, kami diminta untuk melakukan tes-tes ini.

Untuk suami :

  1. Cek lab analisis sperma dan halo test (untuk lihat DNA sperma nya baik atau tidak)

Untuk istri :

  1. Histeroskopi (Teropong Rahim) : untuk melihat apakah rahimnya baik, tidak ada infeksi, polip, miom, kista dan sbg.
  2. HSG : untuk melihat apakah saluran tubanya ada penyempitan/pembengkakan/penyumbatan.
  3. Cek darah, kromosom dan hormon : saat itu aku diminta untuk analisa darah (hematologi rutin : Hb, L, Ht, T), vitamin D, hormon prolaktin, hormon TSHs, hormon AMH dan ANA Test

Di pertemuan pertama, dr Marly tidak memberikan obat karena belum ada indikasi apapun.

Setelah itu, di luar ruangan kami dijelaskan ulang oleh suster mengenai prosedur-prosedur di atas dan kisaran biayanya. Menurut suster, test-test di atas kalau bisa dilakukan bersamaan selama kurang dari 6 bulan, karena sifat tubuh manusia yang dinamis, dikhawatirkan terjadi perubahan lagi setelah test dilakukan.

Yaap, akhirnya kami pulang dan mempersiapkan budget dan terutama mental sih untuk menjalankan promil ini. Secara, aku takut banget untuk segala sesuatu yang berbau rumah sakit, dan minum obat-obat nantinya 😦

Detail biaya pertemuan pertama (tahun 2020)

  • buku kesehatan : Rp 25,000
  • konsultasi dokter : Rp 394,000
  • usg transvaginal : Rp 172,000
  • print usg black white : Rp 32,000

Total : Rp 623,000

20-21

Seperti biasa, tidak ada yg spesial di angka ini, cuma waktu yang kian bergulir saja.

Seperti hari lainnya, momen yg menurut orang lain spesial, tapi buatku dan keluarga yaah ‘B’ aja.

Cuma pas udah nikah, momen berganti tahun agak sedikit berbeda ini adalah adanya mengenai perumusan visi dan misi keluarga 😀

Karena ada teman diskusi, teman menjalani hidup, jadi pergantian tahun ini lebih difokuskan untuk bicara dari hati ke hati sama pak suami.

Kilas balik apa yang telah dilalui di 2020 dan mensyukurinya.

Lalu merumuskan apa yg harus dilakukan di 2021.

Karena “Gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan”

Jadi, planning-in aja dulu dengan detail, kita ikhtiarkan dan doa sebaik-baiknya, urusan hasil kita ikuti takdirnya Allah 🙂

Semoga 2021 semuanya membaik, kita semua sehat selalu dan semakin dekat dengan Allah tentunya.

30 Ramadhan 2020

Sedih

siang ini, kutemukan lagi berkas merah itu keluar, pertanda bahwa sel telurku tidak bertemu dengan si gagah sperma

sedikit tercekat, dan sedikit hembusan nafas

sedikit rasa kecewa menyembul di hati dan pikiran

sedikit rasa panas di mata mulai terasa

lalu, berkabar ke suami, “sayang, aku haid”

suami terdiam lama sambil menatap sedih tapi menguatkan,

lalu aku menghampirinya,

kami saling memeluk dan menguatkan

bahwa ini belum waktu yang terbaik menurut-Nya

dalam hati aku berjanji, “suatu saat akan kuberikan kabar gembira untukmu sayang”

dalam hati aku berjanji, “aku akan berdoa dan ikhtiar lebih keras lagi, aku akan memperbaiki diriku lebih baik lagi”

dalam hati aku berjanji, “aku tidak akan berputus asa dengan rahmat-Mu”

Yaa Allah, Yaa Rabb, Yaa Rahiim

“Rabbi habli minashsholihiin…”

Wanita karir?

Seminggu sebelum menikah, aku memutuskan untuk resign dari dunia perkantoran 08.00 am – 17.00 pm.

Beberapa orang mungkin berpikiran seperti ini,

“Sayang, udah sekolah sampe s1 tapi ga kerja.”

“Sayang, ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga.”

“Ga dapet gaji lagi doong.”

“Ga bosen apa di rumah?”

dll.

Sempet ngerasa sedih dan down mendengar hal-hal seperti itu.

Padahal alasanku resign tak sesederhana itu.

Dari awal aku berkarir, aku sudah tahu goals ku, yaitu suatu saat aku akan menjadi seorang istri dan seorang ibu. Goal-ku, aku harus mendidik anak-anak yang berakhlak mulia dan bermanfaat untuk orang banyak. Berperan besar untuk menciptakan keluarga yang kondisi lingkungannya harus mendukung untuk anak-anak yang tumbuh sholeh dan sholehah. Dan ku rasa, dengan kerja setiap hari seperti itu tidak akan maksimal untukku mencapai goalku itu. Walaupun setiap orang punya prinsipnya masing-masing, punya pandangan masing-masing terhadap hal ini.

Berdasarkan pengalaman ku selama ini, orang tua ku punya caranya sendiri untuk mendidikku dan kakak adikku, and i think i should be better than them.

Barusan, ku dengar di youtube dari Ibu Elly Risman, bahwa orang tua jaman dulu itu mendidik anaknya untuk jadi hebat, untuk bersekolah tinggi, untuk hebat di karir dan akhirnya menghasilkan uang banyak sehingga bisa dibilang sukses. Tapi, orang tua jaman dulu seringkali lupa menanyakan, “Apakah kamu nanti akan menikah?”, “Apakah nanti kamu menjadi seorang istri?”, “Apakah nanti kamu menjadi seorang ibu?” dsb. Padahal kesuksesan tidak hanya sebatas menghasilkan uang banyak atau menjadi wanita karir yang hebat.

Kesuksesan utama seorang wanita adalah menjadi seorang istri dan ibu/pendidik yang hebat untuk anak-anaknya. Dalam Islam pun, taat kepada suami menjadi hal utama bagi wanita untuk masuk surga, serta doa anak-anak yang soleh dan solehah menjadi bekal untuk dirinya di akhirat. Bukankah hal itu tujuannya lebih mulia?

Satu hal lagi, menjadi perempuan di rumah, bukan berarti perempuan tidak bisa produktif, tidak bisa berkarya, dan tidak bisa mandiri secara finansial. Di era yang serba digital, wanita di rumah pun bisa memanfaatkan banyak hal untuk produktif dan menghasilkan uang.

Jadi? Udahlah ya, namanya hidup kadang kita sering mendengar suara suara bising, yang baik untuk kita diambil manfaatnya, yang buruk sebaiknya kita acuhkan.

Kadang jadi wanita, perlu banget untuk cuek dan ga baper, demi hidup yang lebih baik.

Smile 🙂